Sabtu, 29 April 2017

Rukun dan Syarat Sembahyang Tasyahhud Hingga Salam

Tasyahud Awal beserta dengan duduknya, disunatkan. Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Malik. Kata Ahmad: Wajib. Pendapat Ahmad ini dikuatkan oleh Asy Syaukanny dalam Nailul Authar.
Disukai duduk iftirasy untuk tasyahud pertama dan duduk tawarruk untuk tasyahhud kedua. Menurut pendapat Abu Hanifah, dalam kedua-dua duduk itu disukai duduk iftirasy. Kata Malik:Dalam kedua duduk itu disukai duduk tawarruk.
Boleh dibaca untuk tasyahhud salah satu dari lafadh yang telah diriwayatkan dari tiga jalan. Yaitu: dari jalan Abdullah ibn ‘Umar ibn Khathab, dari jalan ‘Abdullah ibn Mas’ud dan dari jalan Abdullah ibn Abbas. Imam Asy Syafie dan Ahmad memilih tasyahuud Ibnu ‘Abbas; Abu Hanifah memilih tasyahhud Ibnu Mas’ud:Malik memilih tasyahhud Ibn Umar.
Tasyahhud Ibn Abbas adalah: Attahiyatul Mubarakatush Shalawatuth Thaibatu lillahi. Assalamu alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamualaina wa ala ibadillahish shallihin.  Asyhadu anla illaha illaallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluh”. (Buchary Muslim).
Tasyahhud ibn Umar adalah: Attahiyatullillah azzakiyatu lillahi athayibatu, ashshalawatu lillah. Assalamu ‘alaina wa’alla ‘ibadillahish shalihin. Asyhadu an la illaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu warasuluh”. (Malik dan AlBaihaqy)
Membaca shalawat kepada Rasulullah.SAW setelah membaca dua kalimat syahadat di tasyahhud akhir, fardhu.
Menurut Abu Hanifah dan Malik, sunnat. Menurut Ahmad dalam satu riwayat, batal sembahyang bila ditinggalkan.
Salam disyariatkan, dan satu rukun dari rukun sembahyang. Begini juga pendapat Malik dan Ahmad. Kata Abu Hanifah: Tidak.
Salam yang disyariatkan dua kali, sekali ke kanan sekali kekiri. Menurut Malik sekali saja. Abu Hanifah dan Ahmad sependapat dengan Asy-Syafie.
Salam yang pertama itu diwajibkan atas imam dan ma’mum dan munfarid. Menurut Malik difardhukan atas imam dan munfarid saja. Kata Abu Hanifah;Tidak difardhukan.
Salam yang kedua, sunnat. Pendapat ini disetujui Abu Hanifah dan Ahmad dalam suatu riwayat.Dalam riwayat yang kedua, wajib juga. Kata Malik:Tidak disukai salam yang kedua bagi imam dan munfarid. Mengenai Ma’mum disukai salam tiga kali. Sekali kekanan sekali kekiri dan sekali kemuka untuk menjawab salam imam.
Perihal salam ini di padang mashyar beragam kelompok manusia di muka bumi mencari tempat bernaung di sisi Allah.SWT. Dimana seseorang yang amal kebaikannya selama di dunia kerap melaksanakan sembahyang dan salam tentunya bakal disambut miliaran bahkan sampai triliunan para Malaikat Allah yang akan membantunya kelak. Demikian sebaliknya seseorang yang amal perbuatannya buruk selama di dunia, bakal dijegal makhluk yang dicipatakan Allah untuk mengazab mereka sesuai dengan perbuatannya.
Niat keluar dari sembahyang, tidak wajib.
Malik dan Ahmad mewajibkan. Ashhab Abu Hanifah berselisihan pendapat niat keluar dari sembahyang, fardhu atau tidak. Dari Abu Hanifah sendiri tidak didapati keterangan tegas.
Orang  yang bersembahyang sendiri berniat dengan salam ke kanan memberi salam kepada orang yang sebelah kanan, dengan salam ke kiri memberi salam kepada orang yang sebelah kiri. Imam berniat dengan salam pertama keluar dari sembahyang dan memberi salam kepada ma’mun,  sedang ma’mum berniat menjawab salam imam.
Menurut Ahmad, dia berniat keluar dari sembahyang. Kata Abu Hanifah: berniat untuk salam kepada malaikat hafadhah dan orang-orang yang sebelah kanan dan sebelah kirinya. Kata Malik: Imam dan mumfarid berniat tahal-lul dari sembahyang, sedang ma’mum berniat tahal-lul, dan dengan salam yang kedua menjawab salam imam.

Alhamdulillah (Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru Sekalian Alam Semesta), Yaa Allah benatangilah maghfirahMu kepada diri kami dan bimbinglah kami selalu dengan hidayah dan inayahMu untuk tetap istiqomah meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadapMu. Yaa Allah anugerahilah Kami ilmu yang berguna dan bermanfaat di dunia dan akhirat. Tolonglah kami selalu Ya Arif Ya AlimulGhaibi wa Syahadah yang Kami cinta kasih dan sayang karena Allah.

Rukun dan Syarat Sembahyang Fardhu Baca Al Fatihah

Lanjutan Hukum Syarat-Syarat dan Rukun Sembahyang pada artikel sebelumnya.  (Al-fatihah)
Pertama : Soal tentang Ta’auwudz itu, diucapkan di tiap-tiap rakaat. Apa Ta’awudz ? Ta’awudz adalah meminta perlindungan Allah dari godaan setan dengan bacaannya seperti “Audzubiillahiminasyaithhon Nirajim”.
Kata Abu Hanifah Ta’awudz: Diucapkan dirakaat pertama saja. Kata Malik:Tidak boleh berta’auwudz dalam sembahyang fardhu. Dihikayatkan dari An Nasa’y dan Ibnu Sieren bahwa ta’awudz itu diucapkan sesudah qira-ah atau membaca fatihah.
“Qira-ah atau membaca Fatihah ini fardhu atas imam, atas munfarid dalam segala rakaat sembahyang lima”.
Pendapat ini disetujui Ahmad, kata Abu Hanifah: Tidak wajib qira-ah itu melainkan dalam rakaat pertama dan kedua saja. Dari Malik diperoleh dua riwayat, Pertama,  sesuai dengan madzhab Asy-Syafie dan Ahmad. Kedua, jika ditinggalkan qiraah dalam salah satu rakaat yang bukan sembahyang shubuh hendaklah bersujud sahwi. Kalau dalam sembahyang shubuh di ulang lagi sembahyang itu.
“Wajib qiraah fatihah atas makmum dalam sembahyang sir, demikian juga dalam sembahyang jahar.”
Kata Abu Hanifah: Tidak wajib qiraah atas makmum, baik imam menjaharkan ataupun mensirkan. Kata Malik: Tidak diwajibkan qiraah atas makmum bahkan dimakruhkan apabila imam menjaharkan, baik dapat didengar bacaan imam ataupun tidak. Kata Ahmad: Tidak wajib makmum membaca Al-Fatihah dibelakang imam, jika dapat didengar bacaan imam. Dihikayatkan dari Al Asham dan Al Hasan ibn Saleh, qiraah itu sunat.
Al-Qur’an (bacaan Al-Qur’an yang difardhukan dalam sembahyang), ialah: Al-Fatihah.
Begini juga pendapat Malik dan Ahmad. Menurut Abu Hanifah, sah juga dibaca selain Al-Fatihah, selama itu masih ayat suci al-qur’an.
Bismillah (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang) adalah suatu ayat pembuka. Ayat ini wajib dibaca beserta Al-Fatihah. Begini juga pendapat Ahmad. Kata Abu Hanifah dan Malik: Bukan suatu ayat dari Al-Fatihah, yakni tidak wajib dibaca.
Pembacaan Bismillah itu dijaharkan, apabila Al-Fatihah dijaharkan”. Kata Abu Hanifah dan Ahmad: Bacaan Bismillah itu disirrkan. Menurut Malik, yang baik jangan dibacakan dan dimulai dengan Allhamdulillah rabbil alamin.
 Membaca Al-Fatihah tidak boleh terjemahnya dan tidak boleh pula dalam bahasa lain.
Abu Hanifah, menurut satu riwayat membolehkan. Kata Abu Yusuf dan Muhammad :Jika dapat membaca Al-Fatihah dalam bahasa Arab maka tidak boleh ia membaca terjemahannya. Jika tak dapat membaca Al-Fatihah dalam bahasa Arab, boleh. Contohnya seperti kalangan Mualaf yang baru mengucapkan dua kalimat syahadat.
Boleh membaca Al-Fatihah dengan melihat mushaf.
Kata Abu Hanifah: Tidak boleh. Dari Ahmad diterima dua riwayat. Yang pertama sana dengan madzhab Asy-Syafie. Yang kedua sama dengan Madzhab Malik, yakni boleh dalam sembahyang nafilah, tidak boleh dalam sembahyang fardhu.
Ta’min dibaca dengan jahar oleh imam dan ma’mum.
Menurut Abu Hanifah tidak dijaharkan, baik oleh imam maupun oleh ma’mum. Kata Malik.Dijaharkan oleh ma’mum. Pendapat Ahmad sesuai dengan pendapat Asy-Syafie dalam hal ini.
Selanjutnya membaca surat sesudah Al-Fatihah disunatkan dalam sembahyang fadjar dan dalam dua rakaat yang pertama dari sembahyang ruba’ijah dan maghrib. Hukum ini disepakati.
Tidak disukai membaca surat sesudah Al-Fatihah pada rakaat yang ketiga dan keempat.Pendapat ini disepakati oleh ketiga-tiga imam lagi. Menurut sunnah, Nabi pernah membacanya sesekali.  Alasan ulama diwaktu fajar pagi sembahyang yang dilaksanakan kala itu terdiri hanya dua rakaat baik sebelum shubuh, fardhu shubuh, dan isro dilakukan jam 6 pagi. Sementara di waktu maghrib tiga rakaat sholat.
Menjaharkan surat ketika menjaharkan Al-Fatihah, dan mengisrarkan surat ketika mengisrarkan Fatihah, sunnat. Ini disepakati oleh para imam.
Sengaja menjaharkan ayat dalam sembahyang yang sebaiknya diisrarkan, dan sengaja mengisrarkan dalam sembahyang yang sebaiknya dijaharkan. Tidak merusakkan sembahyang; hanya dipandang meninggalkan sunnah. Hukum ini disepakati.
Disukai para munfarid menjaharkan ditempat jahar. Pendapat ini disetujui Malik. Menurut yang mansyur dari Ahmad, tidak. Kata Abu Hanifah:Terserah kepada kemauan yang membaca sendiri.Boleh dibaca sekedar ia mendengar sendiri, boleh dikeraskan, dan boleh diisrarkan.


Rukun dan Syarat Sembahyang


 Hukum-Hukum yang mengenai syarat-syarat, rukun dan sifat-sifat sembahyang. Takbir dapat menggugurkan dosa diri.

Oleh Nasrullah.

Sembahyang mempunyai beberapa syarat yang tidak sah sembahyangnya dengan ketiadaan syarat itu. Syarat yang mendahului kita melaksanakan sholat atau sembahyang yaitu wudhu dengan air atau tayamum jika tak tersedianya air untuk bewudhu. Selain itu juga berdiri di tempat yang suci bersih misalnya seperti langgar Musholah dan Masjid, menghadap kiblat dikala sanggup melakukannya dan mengetahui masuk waktu. Hukum ini semua disepakati oleh imam-imam yang empat.
Keterangan ini diambil dari Guru Fiqih Kami K.H.Abdul Khaliq.RA  yang kami Cinta, Kasih dan Sayang semata-mata karena Allah dan keterangan kitab hukum islam .  Kala itu Beliau membuka majelis ilmu fiqihnya dan menjelaskan keterangan hukum tata cara wudhu dan rukun-rukun sholat. Demikian juga kitab hukum fiqih pandangan 4 mahzab. Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah Tuhan Seru Sekalian Alam) hari ini terakhir berada di bulan Rajab, bulan  sebagaimana diketahui umat Muslim bahwa Rasulullah.SAW melaksanakan perjalanan Isra Mir’aj bertemu Allah dan menerima kewajiban bagi umatnya untuk melaksanakan sholat 5 waktu sehari semalam. Kebijaksanaan Rasulullah.SAW yang memberikan keringanan bagi umatnya untuk melaksanakan kewajiban sholat dari sebelumnya 50 kali sehari semalam menjadi 5 kali. Alhamdulillah. “Semoga Shalawat dan Salam Selalu Tercurah Atas Junjungan Nabi Muhammad.SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabat beliau hingga akhir nanti”.
Lanjut lagi keterangan syarat sah sembahyang lainnya adalah menutup aurat sebagai syarat sah sembahyangnya. Ini disepakati oleh Abu Hanifah dan Ahmad. Kata Ashhab Malik : Menutupi aurat menjadi syarat kalau sanggup dikerjakan dan teringat. Kalau sengaja dibuka, padahal sanggup ditutupnya, batal deh sembahyangnya. Ada yang berkata juga: Menutup aurat suatu wajib yang berdiri sendiri, bukan syarat sah sembahyang. Jika seseorang bersembahyang dengan terbuka auratnya secara sengaja dipandang durhaka kendati sembahyangnya itu dipandang sah. Dan yang dipegang oleh ashhab Malik yang mutaakhirin, ialah tidak sah sembahyang bila dikerjakan dalam keadaan terbuka ‘aurat.
Sembahyang mempunyai rukun-rukun yang dikerjakan didalamnya, yaitu niat, takbiratul ihram, berdiri bagi orang yang sanggup, fardhu membaca  ayat suci Al-Alqur’an (Al-Fatihah),  ruku,  sujud, duduk pada akhir sembahyang. Inilah rukun yang disepakati semua Imam, sementara pada yang lainnya diperselisih pandang mahzab.
Mengenai niat fardhu bagi sembahyang, di ijma’i  para imam.  Abu Hanifah.RA dan Ahmad membolehkan mendahulukan niat atas takbir asal tidak terlalu lama dengan sebelum takbir. Malik dan Asy-Syafie berpendapat mewajibkan muqaranah niat dengan takbir, tak boleh didahulukan dan tak boleh dikemudiankan. Kata Al-Qaffal seorang Ulama besar dalam mahzab Asy Syafie :Apabila niat itu muqaranah dengan awal takbir, sahlah sembayang itu. Kata An Nawawy: Pendapat yang dipilih dalam soal ini, ialah cukup muqaranah urfiyah ‘ammiyah, yaitu asal saja tidak dipandang lalai dari sembahyang. Inilah yang diamalkan para Salaf.
Takbiratul ihram suatu fardhu  sembahyang dan harus di lafadzkan. Hukum ini disepakati. Menurut suatu hikayat dari Az Zuhry, bahwa beliau mensahkan sembahyang dengan berwujudnya niat sembahyang, kendati tidak diucapkan takbir.
Sah ihram untuk sembahyang dengan ucapan takbir “Allahu Akbar”. Hukum ini disepakati. Apakah lafadz yang lain sah juga untuk mengwujudkan ihram ? Menurut pendapat Abu Hanifah.RA , sah ihram dengan segala lafadzh ta’dhim dan tafkhim, seperti Allah Djalil, Allahu Adhiem, dan sah dengan lafadzh Allah saja. Sementara menurut Imam Asy-Syafie sah dengan ucapan lafadzh Allhu Akbar. Malik dan Ahmad tidak mensahkan selain dengan lafadzh Allahu Akbar.
Orang yang bertakbir dalam bahasa Arab, tidak sah bertakbir dengan bahasa lain. Hukum ini disetujui Malik dan Ahmad. Kata Abu Hanifah.RA :Sah.
Mengangkat dua tangan saat bertakbiratul ihram, hukumnya sunat”. Ini diidjmai. Hanya mereka berselisihan tentang watas mengangkat tangan itu.
Menurut Malik dan Asy Syafie diangkat setentang bahu. Abu Haniefah menetapkan setentang telinga. Dari Ahmad diperoleh tiga pendapat, setentang bahu, setentang telinga, boleh setentang telinga, boleh setentang bahu. Ini disepakati oleh Al Chiraqy. Mengangkat tangan, diwaktu takbir, ruku, dan itidal, adalah sunat. Begini juga pendapat Malik dan Ahmad. Kata Abu Hanifah: Tidak.
Berdiri fardhu dalam sembahyang, fardhu atas orang yang sanggup. Bila ditinggalkan pada hal sanggup dikerjakan, tidak sah sembahyangnya. Sementara tidak sanggup berdiri, hendaklah duduk.  Ini disepakati semua imam.
Duduk sebagai ganti berdiri, boleh secara bersila, boleh secara iftirasy. Pendapat duduk secara bersila disetujui Malik dan Ahmad. Kata Abu Hanifah: Boleh duduk sebagaimana dikehendaki oleh yang duduk sendiri.
Apabila tak sanggup duduk hendaklah berbaring atas lambung kanan, menghadap kiblat. Kalau tak sanggup berbaring, hendaklah telentang atas punggung, kedua kakinya ke kiblat supaya ruku sujudnya ke kiblat. Pendapat ini disetujui Malik dan Ahmad. Kata Abu Hanifah: Dia tidur telentang atas punggungnya dan menghadap kiblat dengan dua kakinya.
Apabila tak sanggup cukup berisyarat dengan kepala, untuk ruku dan sujud hendaklah ia berisyarat dengan mata. Menurut pendapat Abu Hanifah: Apabila sampai ke derajat ini, gugurlah tugas sembahyangnya.
Selanjutnya disukai kita meletakan tangan kanan atas tangan kiri didalam sembahyang. Dalam suatu pendapat Malik, tangan itu diulurkan. Posisi tangan itu diletakan di bawah dada diatas pusat. Demikian pendapat Malik. Kata Abu Hanifah:dibawah pusat. Disukai supaya orang yang sedang sembahyang itu, memandang ke tempat sujud. Dalam memandang ke tempat pesujudan ini disepakati semua imam empat.
Doa iftitah  dalam sembahyang, disunatkan. Ini disetujui Abu Hanifah dan Ahmad. Kata Maliik:Tidak, hanya sesudah takbir terus membaca surat Al Fatihah. Lafadzh iftitah ialah : “Wadjatu Wayahya lilladzi fatharus samawathi wal ardhi hanifan muslimin wama ana minal musrikin. Inna sholati wanusuki wamahyahya wamamati lillahi rabbil alamin. Laa syarikallahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin”. Inilah lafadzh iftitah yang dipilih Imam Asy Syafie. Abu Hanifah dan Ahmad memilih lafadzh: Subhanakallahumma rabbana wabihamdhika watabarakas mukawata’la jadduka wala illaha ghairuka. Kata Abu Yusuf: Yang baik dikumpulkan kedua-keduanya.


Jumat, 07 April 2017

Mengenang Rasulullah di Bulan Rajab Perjalanan Isra Mir'aj


                Alhamdulillah (Segala Puji Bagi Allah Tuhan Seru Sekalian Alam) baru saja kalangan Arifin Billah dan Alimbillah serta Habib dan puluhan ribu jamaah telah menghadiri haulan Abah Guru Sekumpul Martapura. Dan selanjutnya sebentar lagi memasuki peringatan Isra Mir’aj Nabi Muhammad.SAW dan bulan Ramadhan.
Mengingat Tausyiah Almarhum Abah Guru Sekumpul Martapura KH.Abdul Ghani bahwa setiap umat Muslim di bulan Rajab sudah merasakan suasana bulan Ramadhan dari mulai hari hingga bulan yang dimuliakan Allah. Dalam bulan inilah jejak Rasulullah.saw selalu ada melintas.
“Tiga bulan mendatang terhitung mulai bulan Rajab kita akan memasuki bulan mulia yaitu bulan Ramadhan dan sebelumnya juga peringatan Isra Mir’aj Nabi Muhammad.SAW yang kita cinta kasih dan sayang karena Allah. Sebagaimana kita ketahui keutamaan Isra Mir’aj Nabi Muhammad.SAW yaitu perjalanan Rasulullah bertemu Allah dalam satu malam melintasi langit dan bertemu seluruh makhluk serta umatnya.”
Sebagaimana kita selaku umat Muslim tidak boleh bughah terhadap pimpinan yang lebih tinggi. Pasal Menghormat Keluarga Rasulullah.SAW dan menerangkan keutamaan mereka. Semoga shalawat dan salam terus selalu tercurah kepada baginda Rasulullah.saw beserta seluruh keluarga dan para sahabat beliau hingga akhirat nanti.
Firman Allah:
Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dari padamu segala kekejian kotoran ahli rumah (keluarga) Rasulullah dan membersihkan kamu sesuci-sucinya. (Al-Ahzab 33)
Firman Allah:
Dan siapa yang mengaggungkan syi’ar  (peraturan-peraturan) agama Allah, maka itu sebagai tanda taqwa dalam hati. (Al-Hajj 32)
Abu Bakr Assidiq r.a. berkata: Jagalah kehormatan Nabi Muhammad.SAW. pada keluarganya. (Buchary)
Bulan Rajab merupakan satu diantara empat bulan yang mulia dan memiliki keistimewaan dari Allah.SWT. Pada suatu malam di bulan Rajab inilah Rasulullah Nabi Muhammad.SAW Mir’aj kepada dirinya maupun ke seluruh alam semesta termasuk ke langit dan bertemu dengan Allah.SWT serta para Nabi-Nabi terdahulu. Di malam Mir’aj ini pula berawal perintah sholat lima waktu sehari semalam bagi umat Nabi Muhammad.SAW. “Alhamdulillah keringanan waktu sholat bagi umat beliau teraih”.

      Sebagaimana Khatib sholat Jum’at di Masjid kota Rantau kemarin diawal khutbahnya mengajak jamaah masjid untuk meningkatkan takwa kepada allah.SWT. Ia juga menyampaikan bahwa di bulan Rajab ini terjadi peristiwa penting yakni malam Mir’aj Nabi Muhammad.SAW bertemu Allah.SWT secara langsung dan mendapatkan wahyu berupa perintah sholat lima waktu bagi umatnya. “Untuk itu sebagaimana umat Nabi Muhammad.SAW pada bulan Rajab inilah kita hendaknya instropeksi diri masing-masing sudah sempurna kah sholat kita selama ini. Allah.swt juga mengwajibkan hambanya untuk melakukan sholat, Karena pada saat hisab nanti sholatlah yang pertama kali dihisab. Jika baik sholatnya, tentu baik pula amal kebaikan lainnya, “katanya berpesan kepada para jamaah.

      Selain itu pula ia mengatakan untuk selalu mengisi masjid-masjid dengan melaksanakan sholat berjamaah. “Jangan sampai masjid kosong sementara waktu sholat tiba. Untuk apa masjid megah sementara jamaah sholat tak ada orangnya, “katanya.

      Shalawat dan salam semoga selalu tercurah atas baginda Nabi Muhammad.SAW beserta seluruh keluarga dan para sahabat beliau hingga akhir zaman.

      Mari kita petik pelajaran dari hadist shahih ini terkait isra mir’aj Nabi Muhammad.SAW. “Ketika aku di isra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa Alaihis Salam”. Lalu Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam (SAW) mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta terlihat begitu gagah.
Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Aku pun bertemu Isa.” Lalu beliau mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.
Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku pun bertemu Ibrahim-Shalawatullah ‘Alaih dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya.” Aku pun datang dengan membawa dua wadah. Salah satunya berisi susu dan yang lainnya khomr(arak). Lantas ada yang mengatakan padaku, “Ambilah mana yang engkau suka.” Aku pun memilih susu, lalu aku meminumnya.” Ia pun berkata, “engkau benar-benar berada dalam fithrah.Seandainya yang kau ambil adalah khomr, tentu umatmu pun akan ikut sesat.” (HR.Muslim No.168).

Sebagaimana khatib jum’at sebelumnya yang menyampaikan terkait ibadah sholat yang dilakukan oleh umat Nabi-Nabi terdahulu dengan Umat Nabi Muhammad.SAW. Pada malam Isra Mir’aj Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan para nabi-nabi sebelum Beliau. Mereka membahas Ibadah sholat berupa keringanan yang diberikan Allah.SWT bagi umat Nabi Muhammad.SAW dalam melaksanakan Ibadah kepadaNya dibandingkan umat Nabi-Nabi sebelumnya.

      “Jika umat terdahulu ibadah sholat diwajibkan dalam sehari semalam sebanyak 50 kali. Sementara bagi umat Nabi Muhammad.SAW ibadah sholat diwajibkan dengan diberikan keringanan hanya 5 kali dalam sehari semalam”. Demikian keringanan diantaranya yang diberikan Allah.SWT terhadap umat Nabi Muhammad.SAW, yang semua ini berkat perjuangan Nabi Muhammad.SAW dalam menyampaikan amanah berupa Wahyu dari Allah.SWT kepada umatnya. Alhamdulillah sholat yang diwajibkan untuk kita hanya 5 kali dalam sehari semalam dan ringan bukan dibandingkan sebelumnya. 


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls