Selasa, 22 September 2020

Khalwat Menghadap Allah


Khalwat harus meliputi pengasingan lahir dan pengasingan batin. Pengasingan lahir dilakukan dengan cara mengasingkan diri dari dunia, memencilkan diri di tempat yang jauh dari manusia, sehingga orang lain di duni terbebas dari sifat dan eksistensi dirinya yang buruk. Pengasingan itu dilakukan agar sumber eksistensinya yang buruk, ego,d an hawa nafsunya yang liar terpisahkan dari makanan sehari-harinya. Tindakan itu juga dilakukan untuk mendidik nafsunya dan meningkatkan pertumbuhan ruhaninya.


Jika hendak mengasingkan diri, ikhlaskanlah niatmu. Karena dari satu sisi, pengasingan diri serupa dengan keadaan di dalam kubur, engkau mati dan hanya mengharapkan rida Allah, seraya menjauhkan hati dari segala kotoran. Dengan begitu, hatimu akan meraih tingkat kesucian hakiki. Dalam kerangka inilah Rasululah saw. bersabda:


“Muslim adalah yang muslim lainnya selamat dan aman dari tangan dan lidahnya.”


Seorang mukmin akan mengunci lidahnya dari kata-kata yang tak berguna, karena Rasulullah saw. bersabda:


“Keselamatan seseorang bergantung pada lidahnya. Kesengsaraan dan bencananya juga disebabkan lidahnya.”


Ia menutup matanya dari yang haram agar tatapannya tidak jatuh atas milik orang lain. Ia menutup telinganya dari mendengar dusta dan keburukan, serta membelenggu kakinya dari perbuatan dosa.


Rasulullah saw. menegaskan bahwa setiap anggota tubuh kita dapat melakukan dosa:


“Mata dapat berzina. Ketika salah satu indera atau salah satu anggota tubuhmu berdosa, satu kahluk yang hitam dan buruk muncul darinya di hari kiamat dan ia akan menjadi saksi atas dosa yang diperbuatnya. Kemudian ia akan dilemparkan ke dalam api neraka.”


Allah memuji roang yang menjaga dirinya dari maksiat. Itulah bentuk penyesalan yang sesungguhnya dan tobat yang diterima. Allah berfirman:


Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya 

(Al-Nazi’at (79) : 40-41).


Siapa saja yang takut dan ingin bertobat kepada Tuhan – dengan tidak berbuat buruk kepada dirinya dan kepada kaum mikmin lainnya – maka dalam pengasingannya itu ia akan berubah menjadi layaknya pemuda yang tampan. Ia akan menjadi pelayan bagi para penghuni surga.

Pengasingan diri merupakan upaya untuk melawan musuh berupa dosa dan kesalahannya sendiri. Dalam kesendirian, seseorang meraih kesucian diri.


Allah berfirman:


Maka barang siapa berharap bertemu dengan Tuhannya, hendaklah ia beramal saleh dan tidak menyekutukan Tuhannya dalam beribadah kepada-Nya. 

(Al-Kahfi (18) : 110).


Itu baru penyucian lahir. Penyucian batin dilakukan dengan berupaya agar hati dan pikiran kosong dari segala sesuatu yang bersifat duniawi, dari keburukan dan hawa nafsu, seraya meninggalkan makan, minum, harta, keluarga, istri, anak-anak, perhatian, dan bahkan cinta terhadap semua.


Dalam kesendirian itu, tidak ada lagi pemikiran, pendengaran, maupun penglihatan kepada yang lain.


Rasulullah saw. bersabda:


“Ketenaran dan segala yang dibawanya adalah bencana. Menjauhkan diri dari ketenaran dan pengakuan orang lain adalah kenikmatan.”


Orang yang berniat menyendiri secara batin harus menutup hatinya dari keangkuhan, kesombongan, dendam, kezaliman, amarah, iri hati, ketidaksabaran, firnah, dan sebagainya.


Jika salah satu sifat dan perasaan semacam itu masuk ke dalam diri seseorang saat ia menyendiri, maka hatinya akan rusak. Ia tersingkir dari posisi mengasingkan diri, dan penyendiriannya menjadi sia-sia. Sekali saja kotoran memasuki hati, kesuciannya akan hilang dan semua kebaikan akan terhenti.


Allah berfirman:


Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir. Sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya. 

(Yunus (10) : 81).


Bisa jadi perbuatan seseorang tampak baik di mata orang lain. Namun jika hatinya dimasuki sifat-sifat buruk, ia dianggap sebagai pembuat kesesatan yang menipu dirinya sendiri dan orang lain.


Rasulullah saw. bersabda:


“Keangkuhan dan kesombongan merusak iman. Fitnah dan umpatan adalah dosa yang lebih buruk daripada zina.”

“Layaknya api yang membakar kayu, dendam membakar semua kebaikan.”

“Siasat licik itu tengah tidur, terlaknatlah orang yang membangunkannya.”

“Orang yang kikir tidak akan pernah masuk surga, meski ia habiskan seluruh umurnya dalam shalat.”

“Kemunafikan adalah syirik yang tersembunyi.”

“Surga akan menolak orang yang menolak orang lain.”


Masih banyak lagi sikap dan perilaku buruk yang dicela oleh Rasulullah saw. Apa yang telah disebutkan di atas kiranya cukup menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan dunia membutuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian sehingga kita harus benar-benar mengerahkan seluruh perhatian ketika kita berjalan did atasnya.


Tujuan pertama tasawuf adalah penyucian hati. Tindakan pertama yagn wajib dilakukan di jalan ini adalah menolak nafsu dan hasrat rendahnya. Kewaspadaan yang dilahirkan dari penyendirian, kekhusyukan, perenungan, dan zikir akan mengendalikan nafsu seseorang. Selain itu, Allah Swt. akan mencerahkan hatinya.


Dalam penyendirian, tidak ada sesuatu pun yang ddilakukan secara terpaksa. Semuanya dilakukan dengan cinta, keikhlasan, dan keimanan sejati. Jalan yang diikutinya bukanlah jalannya sendiri, melainkan jalan para sahabat Nabi, para tabiin, dan orang-orang yang diberik petunjuk.


Jika seorang mukmin mengikuti jalan tobat dengan cara ini disertai niat untui membersihkan hatinya, Allah Swt. akan menyelamatkannya dari segala bahaya dan kejahatan. Penampilannya menjadi enak dipandang. Kesucian akan mewarnai pikiran dan perasannya, baik yang diungkapkan maupun yang disimpan.


Segala tindakannya dilakukan dengan pertimbangan, sebab ia berada di hadapan Allah. “Allah mendengar orang yang memuji-Nya.” Dengan demikian, Allah selalu memperhatikan dirinya. Allah menerima doa, kerinduan, dan pujian serta memberinya segala yang dikehendaki-Nya. Allah berfirman:


Barangsiapa menghendaki kemuliaan maka bagi Allah semua kemuliaan. Kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yagn saleh dinaikannya.

(Fathir (35) : 10).


Kesucian melindungi lidahnya, sehingga ia tidak mengungkapkan kata-kata yang tidak berguna. Lidah adalah alat yang indah untuk memuji Tuhan, untuk melafalkan nama-nama-Nya yang indah, dan untuk menegaskan Keesaan-Nya. Allah memperingatkan kita agar tidak mengatakan kata-kata yang tidak berguna.


Sungguh beruntunglah orang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.

(Al-Mu’minun (23) : 1-3).


Allah Swt. melimpahkan rahmat, kasih sayang dan karunia-Nya kepada orang yang belajar dan beramal dengan niat yang baik. Dia menunjukkan jalan menuju kedekatan kepada-Nya dengan menaikkan derajatnya. Dia mencintainya; Dia mengampuni dosa-dosanya.


Ketika derajat seseorang dinaikkan ke tingkatan itu, hatinya menjadi seluas samudra. Keadaan samudra itu tidak akan berubah karena kekejaman dan kezaliman yang didlakukan manusia akepadanya.


Rasulullah saw. bersabda:


“Jadilah seperti samudra yang penampakkan tidak berubah, tetapi di dalamnya kau tenggelamkan pasukan gelap hawa nafsumu.”


Pasukan nafsu ditenggelamkan seperti Fir’aun dan tentaranya yang ditenggelamkan di Laut Merah. Di atas samudra, biduk agama berlayar dengan aman; ia lintasi samudra luas itu. Ruh si penyendiri itu menyelami kedalamannya untuk menemukan mutiara hakikat, menuju hamparan mutiara ilmu, dan permata karunia, lalu kembali untuk menyebarkannya.


Allah berfirman:


“Dari keduanya keluar mutiara dan permata.”

(Ar-Rahman (55) : 22).


Hati seluas samudra itu hanya bisa dimiliki jika keadaan lahirmu sama dengan keadaan batinmu. Apa yang tersimpan dalam hatimu sama dengan yang terungkap oleh lisan dan perbuatanmu. Jika keadaan ini tercapai. Takkan ada kemajemukan, perpecahan, ata kekacauan dalam samudra hati. Ia takkan diserang badai kesessatan.


Orang yang mencapai tingkatan ini berada dalam tingkatan tobat sejati ia akan memiliki banyak ilmu yang bermanfaat. Semua perbuatannya berguna bagi orang lain hatinya tak pernah condong kpada kejahatan. Jika ia salah atau lupa ia diampuni, karena ia mengingat jika lupa dan bertobat jika berdosa. Ia dekat kepada Tuhannya dan juga kepada dirinya sendiri.


____Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS dalam kitab:sirrul Asrar.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls